Kedudukan Zakat dalam Agama Islam
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan
salah satu kewajibanya. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ,
شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ,
وَإِقَامِ الصَّلاَةِ, وَإيِْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ,
وَصِيَامِ رَمَضَانَ.
“Islam didirikan di atas lima dasar,
yaitu bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan
benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berhaji ke Baitullah, dan puasa pada bulan
Ramadhan.” [1]
Dan telah disebutkan secara bergandengan dengan shalat dalam delapan puluh dua ayat.
Anjuran Untuk Mengeluarkan Zakat
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ
سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka dengan
guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” [At-Taubah: 103]
Dan juga firman-Nya Ta’ala:
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ
فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُم مِّن
زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam
pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).” [Ar-Ruum: 39]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ
كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ اللهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ, فَإِنَّ اللهَ
يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يُرَبِّيْهَا لِصَاحِبِهَا كَمَا
يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ.
“Barangsiapa yang bersedekah dengan
seukuran biji kurma dari sumber yang halal dan Allah tidaklah menerima
kecuali dari sumber yang baik, maka Allah menerima sedekah tersebut
dengan tangan kanan-Nya, lalu Allah mengembangkannya bagi yang
bersedekah sebagaimana salah seorang di antara ka-ian mengembangkan anak
kudanya, hingga akhirnya (pahalanya) menjadi seperti gunung.”[2]
Ancaman Bagi Mereka Yang Tidak Mau Mengeluarkan Zakat
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ
بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ
شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ
وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan
itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran: 180]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَلَمْ يُؤَدِّ
زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ
زَبِيْبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, ثُمَّ يَأْخُذُ
بِلَهْزَمَتَيْهِ -يَعْنِى شَدَقَيْهِ- ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا كَنْزُكَ،
أَنَا مَالُكَ, ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ اْلآيَةَ: وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ
يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Barangsiapa yang diberikan karunia harta
oleh Allah dan ia tidak menunaikan zakat harta tersebut, maka pada hari
Kiamat kelak hartanya tersebut akan diwujudkan dalam bentuk ular yang
memiliki dua bisa kemudian dikalungkan di leher-nya, lalu ular itu
menggigit dua tulang rahang bawahnya, sambil berkata, ‘Aku adalah harta
simpananmu.’” Kemudian Rasulullah membaca ayat, “Sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka…’” [3]
Dan juga firman Allah:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُم
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا
كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“… Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak, lalu tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka kabarkanlah
kepada mereka adzab yang sangat pedih. Pada hari dipanaskan emas pe-rak
itu di dalam Neraka Jahannam, lalu dibakarnya dahi mere-ka, lambung dan
punggung mereka (lalu dikatakan) kepada me-reka, ‘Inilah harta bendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan.’” [At-Taubah: 34-35]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhua, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا
كَانَ يَوْمُ القِيَامَةِ, صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ, كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ , فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ, فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! فَاْلإِبِلُ؟ قَالَ: وَلاَ صَاحِبُ إِبِلٍ لاَيُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا, وَمِنْ حَقِّهَا حَلَبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ أَوْفَرَ مَاكَانَتْ لاَ يَفْقِدُ مِنْهَا فَصِيْلاً وَاحِدًا تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا, كُلَّمَا مَرَّعَلَيْهِ أُوْلاَهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فيِ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ.
كَانَ يَوْمُ القِيَامَةِ, صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ, كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ , فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ, فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! فَاْلإِبِلُ؟ قَالَ: وَلاَ صَاحِبُ إِبِلٍ لاَيُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا, وَمِنْ حَقِّهَا حَلَبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ أَوْفَرَ مَاكَانَتْ لاَ يَفْقِدُ مِنْهَا فَصِيْلاً وَاحِدًا تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا, كُلَّمَا مَرَّعَلَيْهِ أُوْلاَهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فيِ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ.
“Tidaklah seorang yang memiliki harta
simpanan dari emas maupun perak dan ia tidak menunaikan zakatnya, maka
pada hari Kiamat nanti akan dibentangkan baginya lempengan-lempengan
logam dari Neraka yang telah dipanaskan di Neraka Jahannam, kemudian
lempengan tersebut disetrikakan di lambung, dahi dan punggungnya.
Manakala telah dingin, lempengan itu dipanaskan kembali. Hal ini terjadi
pada hari yang lamanya sama seperti lima puluh ribu tahun, sampai tiba
hari penghisaban antara para hamba, setelah itu dia akan melihat
jalannya, apakah ke Surga atau ke Neraka. Ada yang bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, bagaimana dengan mereka yang memiliki unta?’ Beliau
menjawab, ‘Begitu pula dengan mereka yang memiliki unta dan tidak
menunaikan kewajibannya, dan termasuk dari kewajiban yang harus
dikeluarkan adalah air susu yang diperah di saat masa pemerahan, maka di
hari Kiamat kelak dibentangkan bagi mereka tanah lapang yang terkumpul
padanya semua yang dia miliki dari hewan, sampai yang masih menyapih,
lalu semua hewan itu menginjak dan menggigitnya, manakala yang pertama
telah berlalu dilanjutkan kembali oleh yang berikutnya. Hal ini terjadi
pada hari yang lamanya sama seperti lima puluh ribu tahun, sampai tiba
saatnya hari penghisaban antara para hamba, setelah itu dia akan melihat
jalannya, apakah ke Surga atau ke Neraka.’” [4]
Hukum Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah disepakati oleh para ulama dan telah diketahui oleh semua umat, sehingga ia termasuk salah satu hal yang mendasar dalam agama, yang mana jika ada salah seorang dari kaum muslimin yang mengingkari kewajibannya, maka dia telah keluar dari Islam dan dibunuh dalam keadaan kafir, kecuali jika ia baru mengenal Islam, maka dia dimaaf-kan disebabkan karena kejahilannya akan hukum.
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah disepakati oleh para ulama dan telah diketahui oleh semua umat, sehingga ia termasuk salah satu hal yang mendasar dalam agama, yang mana jika ada salah seorang dari kaum muslimin yang mengingkari kewajibannya, maka dia telah keluar dari Islam dan dibunuh dalam keadaan kafir, kecuali jika ia baru mengenal Islam, maka dia dimaaf-kan disebabkan karena kejahilannya akan hukum.
Adapun mereka yang tidak mau
mengeluarkannya dengan tetap meyakini akan kewajibannya, maka dia
berdosa karena sikapnya tersebut, tapi hal ini tidak mengeluarkannya
dari Islam dan seorang hakim (penguasa) boleh mengambil zakat tersebut
dengan paksa [5] beserta setengah hartanya sebagai hukuman atas
perbuatannya. Hal ini berdasarkan hadits Bahz bin Hakim, dari ayahnya,
dari kakeknya, dia berkata, “Aku telah mendengar Ra-sulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
فِي كُلِّ إِبِلٍ سَائِمَةٍ, فِي كُلِّ
أَرْبَعِيْنَ اِبْنَةُ لَبُوْنٍ, لاَ يُفَرَّقُ إِبِلٌ عَنْ حِسَابِهَا,
مَنْ أَعْطَاهَا مُؤْتَجِرًا فَلَهُ أَجْرُهَا, وَمَنْ مَنَعَهَا فَإِنَّا
آخِذُوهَا وَشَطْرَ مَالِهِ عَزْمَةٌ مِنْ عَزَمَاتِ رَبِّنَا تَبَارَكَ
وَتَعَالَى, وَلاَ يَحِلُّ ِلآلِ مَحَمَّدٍ مِنْهَا شَئٌ.
“Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas
mencari makan sendiri, zakatnya seekor bintu labun (anak unta betina
yang umurnya memasuki tahun ketiga). Tidak boleh dipisahkan unta itu
dari kumpulannya untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa yang
mengeluarkannya dengan mengharap pahala, maka dia akan mendapatkan
pahalanya dan barangsiapa yang menolak untuk mengeluarkannya, maka kami
akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ini merupakan salah
satu kewajiban dari Allah. Dan zakat ini tidak halal untuk dimakan oleh
keluarga Muhammad sedikit pun.” [6]
Jika suatu kaum menolak untuk
mengeluarkannya padahal mereka tetap meyakini kewajibannya dan mereka
memiliki kekuatan untuk melarang orang memungutnya dari mereka, maka
mereka harus diperangi hingga mereka mengeluarkannya, berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُمِرْتُ أَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى
يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ, وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ, فَإِذَا فَعَلُوْا
ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ
اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ.
“Aku diperintah untuk memerangi manusia
hingga mereka mau bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan
benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan itu, maka mereka
telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali karena ada hak
(hukum) Islam, sedang-kan hisab mereka kembali kepada Allah.” [7]
Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,
ia berkata, “Manakala Rasulullah telah wafat, kemudian pada masa
khilafah Abu Bakar, ada sebagian bangsa Arab telah kafir (saat itu Abu
Bakar ingin memerangi mereka), maka ‘Umar berkata kepadanya, ‘Bagaimana
engkau akan memerangi manusia? Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
hingga mereka mengucapkan tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah. Dan barangsiapa yang mengucapkannya, maka ia telah
melindungi harta dan jiwanya dariku kecuali karena hak Islam dan hisab
mereka kembali kepada Allah.’ Lalu Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah aku
akan memerangi siapa saja yang membeda-bedakan antara shalat dan zakat,
sesungguhnya zakat adalah hak yang diambil dari harta. Demi Allah kalau
mereka mencegahku dari mengambil seekor anak kambing betina padahal
mereka dahulu menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, niscaya aku akan memerangi mereka karena sikap mereka tersebut.’
Setelah itu ‘Umar berkata, ‘Demi Allah, setelah Allah melapangkan hati
Abu Bakar untuk memerangi mereka, barulah aku meyakini akan kebenaran
hal ini.’”[8]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis
Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai
al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team
Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama
Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Telah berlalu takhrijnya pada Kitab Thaharah.
[2]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/278, no. 1410) dan ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (II/702, no. 1014), Sunan at-Tirmidzi (II/85, no. 656), Sunan an-Nasa-i (V/57).
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 2327)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/268, no. 1403).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5729)], Shahih Muslim (II/680, no. 987), Sunan Abi Dawud (V/75, no. 1642).
[5]. Fiqhus Sunnah (I/281).
[6]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4265)], Sunan Abi Dawud (IV/452, no. 1560), Sunan an-Nasa-i (V/25), Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani (VIII/217, no. 28)).
[7]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (I/75, no. 25)) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (I/53, no. 22).
[8]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/626, no. 1399-1400)), Shahiih Muslim (I/51, no. 20), Sunan Abi Dawud (IV/414, no. 1541), Sunan an-Nasa-i (V/14), Sunan at-Tirmidzi (IV/117, no. 2734).
_______
Footnote
[1]. Telah berlalu takhrijnya pada Kitab Thaharah.
[2]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/278, no. 1410) dan ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (II/702, no. 1014), Sunan at-Tirmidzi (II/85, no. 656), Sunan an-Nasa-i (V/57).
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 2327)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/268, no. 1403).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5729)], Shahih Muslim (II/680, no. 987), Sunan Abi Dawud (V/75, no. 1642).
[5]. Fiqhus Sunnah (I/281).
[6]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4265)], Sunan Abi Dawud (IV/452, no. 1560), Sunan an-Nasa-i (V/25), Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani (VIII/217, no. 28)).
[7]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (I/75, no. 25)) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (I/53, no. 22).
[8]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/626, no. 1399-1400)), Shahiih Muslim (I/51, no. 20), Sunan Abi Dawud (IV/414, no. 1541), Sunan an-Nasa-i (V/14), Sunan at-Tirmidzi (IV/117, no. 2734).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar