Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah
Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah |
Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah,
Zakat fitri, atau yang lebih dikenal dengan zakat fitrah, ialah zakat
yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim atas nama dirinya dan yang
dibawah tanggung jawabnya, pada penghujung bulan Ramadhan,
sebelum sholat Idul Fitri, bila yang bersangkutan memiliki kelebihan
harta untuk keperluan pada hari itu dan malam harinya. Adapun kadar yang
dibayarkan adalah satu sha’ (kurang lebih 2,2 kg atau yang biasa
digenapkan menjadi 2,5 kg) dari bahan makan pokok setiap daerah.
Menurut sebagian ulama, zakat fitri juga bisa ditunaikan dalam
bentuk nilai mata uang seharga kadar zakat tersebut, khususnya jika hal
itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin yang menerimanya. Dan karena
keterkaitannya yang lebih kuat dengan diri si pembayar zakat daripada
keterkaitannya dengan harta, zakat ini juga dikenal dengan sebutan zakatul abdan atau zakatul anfus(zakat diri).
Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah
Berbeda dengan zakat maal (zakat harta) yang mensyaratkan nishab (batas
kemampuan finansial) tertentu pada harta wajib zakat sebagai standar
kemampuan finansial kategori kaya, dalam hal zakat fitri, syarat nishab
sangatlah sederhana. Artinya, jika zakat maal itu hanya wajib atas
orang-orang Islam yang kaya saja (HR Muttafaq ‘Alaih dari Mu’adz bin
Jabal), maka tidak demikian halnya dengan kewajiban zakat fitri yang
bisa jadi juga berlaku bagi orang Islam yang miskin. Karena untuk
sekadar memenuhi syarat kewajiban zakat fitri, yakni bahwa
seseorang memiliki kelebihan kebutuhan makan-minumnya selama sehari
semalam hari raya, rasanya banyak sekali orang miskin sekarang yang
memenuhi syarat tersebut. Maka dengan demikian banyak orang miskin pun
wajib membayar zakat fitri.
Padahal sebagaimanan yang telah diketahui, orang fakir miskin merupakan
salah satu sasaran utama pendistribusian zakat, baik maal maupun fitri
(QS At-Taubah : 60). Artinya, seorang miskin disatu sisi wajib membayar
zakat fitri, tapi disisi yang lain, karena status kemiskinannya, dia
juga berhak menerima zakat, baik fitri maupun maal, dimana boleh jadi
yang dia terima justru lebih besar daripada yang dia bayarkan. Nah
disini mungkin akan muncul pertanyaan : Jika demikian, apa hikmah dan
tujuan seseorang tetap diwajibkan berzakat fitri, padahal di saat yang
sama dia juga termasuk yang berhak menerima pembagian zakat itu,
sehingga seakan-akan apa yang dia bayarkan itu akhirnya akan dia terima
kembali atau justru dia bisa mendapatkan lebih? Mengapa jika demikian
orang yang seperti itu tidak dibebaskan saja dari kewajiban zakat fitri,
sebagaimana yang berlaku dalam hal zakat maal? Nah disinilah justru
terletak salah satu sisi rahasia keunikan khas zakat fitri. Kita yakin
pasti ada hikmah khusus dibalik syariah ini.
Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah
Salah satu hikmah itu telah disebutkan dalam hadits. Yakni, disamping
manfaat dan tujuan memenuhi kebutuhan fakir miskin, seperti tujuan zakat
pada umumnya, ada hikmah, manfaat dan fungsi khusus zakat fitrah yang
terkait dengan ibadah puasa yang dilakukan oleh sang muzakki (pembayar
zakat). Yaitu fungsi sebagai faktor pensuci diri orang yang
beribadah puasa dan sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang terjadi
pada puasanya (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dengan demikian berarti zakat fitri merupakan bagian pelengkap yang
tidak bisa dipisahkan dari kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa itu
sendiri. Dan fungsi ini tentu dibutuhkan oleh setiap orang yang berpuasa, baik yang kaya maupun yang miskin!
Disamping itu ada hikmah dan fungsi lain yang bisa kita tangkap dari
pewajiban zakat fitri termasuk atas orang miskin. Yakni untuk menjaga
komitmen dan konsistensi seseorang untuk selalu berinfaq dalam kondisi
apapun, kaya atau miskin, lapang atau sempit, punya banyak atau punya
sedikit dan seterusnya, yang merupakan karakteristik utama orang-orang
bertaqwa (QS Ali ‘Imran : 133 – 134).
Juga agar si fakirpun tetap bisa mengalami rasanya memberi, tidak
selamanya berada di posisi penerima saja. Hal ini sangat penting karena
jika kebiasaan berinfaq dan memberi ini tidak selalu dijaga
konsistensinya khususnya saat dalam kondisi berkekurangan, miskin dan
sempit, maka seseorang akan terjangkiti penyakit hati yang menjadikannya
berat dan bahkan enggan berinfaq termasuk ketika dia sudah kaya dan
lapang sekalipun.
Maka marilah terus selalu gemar berinfaq dan suka memberi seberapapun,
dalam kondisi apapun dan sampai kapanpun, sesuai kemampuan
masing-masing, sebagai bukti bahwa kita adalah orang-orang beriman dan
bertaqwa! Karena umat beriman adalah umat penginfak dan pemberi. Dan
tiada taqwa yang sempurna tanpa semangat memberi dan berbagi! Semoga!. Khutbah Bulan Ramadhan 1436 H Tentang Zakat Fitrah
(Ust. Ahmad Mudzoffar, MA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar